Sejenak kita coba merenung ke masa awal reformasi, 10 tahun yang lalu. Masyarakat menjadi beringas, kalau ada yang tidak setuju terhadap sebuah kebijakan langsung main hantam, bakar!! Kalau ketemu orang yang dianggap maling langsung digebukin di tempat saat itu juga. Kalau mengusulkan sesuatu, harus diterima. Bila tidak, akan dimusuhi, jika perlu dihancurkan. Serasa bangsa ini tidak punya aturan dan etika lagi.

Mari, kita flashback ke beberapa dekade sebelum reformasi. Hampir semua orang ingin maju tanpa melalui proses sebagaimana lazimnya. Anak sekolah mau naik kelas kalau bisa tanpa ujian, ingin lulus tanpa susah-susah belajar, ingin jadi sarjana jiplak karya tulis orang. Tak terkecuali orang tua murid selalu menginginkan anaknya naik kelas atau lulus ujian walaupun kemampuannya rendah, dengan menempuh berbagai cara seperti menemui kepala sekolah, wali kelas atau kalau kebetulan punya kenalan pejabat eselon yang lebih tinggi minta katebelece agar diberikan prioritas. Naik kelas, naik pangkat atau naik gaji tentu semua orang mengharapkan, tetapi untuk mendapatkannya sering menempuh segala cara, tidak mengindahkan etika dan aturan main.

Kondisi beginilah yang terus-menerus berlangsung beberapa dekade terakhir, apakah ini merupakan suatu rekayasa dari pihak tertentu atau memang kondisi tersebut dibiarkan terjadi untuk menghancurkan moral anak bangsa. Sampai hari ini setelah 10 tahun reformasi masih banyak orang tua dan guru-guru secara sengaja menghancurkan anak didiknya sendiri dengan membantu mereka dalam menyelesaikan soal-soal ujian nasional (ingat kasus Medan yang diusung oleh Airmata Guru tahun 2007) dan pada waktu pelaksanaan ujian nasional tahun 2008 ini masih terjadi kasus-kasus serupa di berbagai daerah.

Berdasarkan contoh-contoh di atas cobalah kembali kita renungkan, kenapa semua ini terjadi, kenapa orang-orang ingin cepat kaya tanpa susah-susah melaui proses yang semestinya, kenapa orang menginginkan semuanya serba instant, tidak mau “Berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Walaupun peribahasa tersebut sudah jarang terdengar di telinga kita sekarang ini tapi subtansinya masih relevan.

Apakah kita ini sudah kehilangan roh, apakah kita sudah seperti mesin yang bekerja tanpa rasa, atau robot-robot yang tak berjiwa. Ataukah kita sudah menjadi makhluk-makhluk gentayangan yang bekerja tanpa mengenal lelah demi untuk mengejar target, demi untuk mengejar kekayaan dengan cara apapun yang menjadi ukuran kesuksesan dewasa ini.

Gerakan Reformasi memang sudah merubah secara drastis perjalanan bangsa ini. Ibarat kapal laut yang seyogiyanya mengambil ancang-ancang dengan membuat setengah lingkaran untuk berbelok agar kapal tidak oleng dan penumpangnya tidak goncang dan kaget. Tetapi seperti kita saksikan gerakan reformasi telah memaksa nahkoda untuk memutar-balik kapal bangsa ini dengan belokan patah. Penumpang kaget dan keluarlah sifat-sifat asli yang jelek, bagaimana menyelamatkan diri tanpa menghiraukan orang lain, muncul sifat nafsi-nafsi (individual) untuk mencari kesempatan dalam kesempitan dan menyelamatkan diri, harta dan keluarga. Mereka mengklaim bahwa mereka sajalah yang benar, orang lain salah. Apabila mendapat kesempatan menjadi pejabat akan mengangkat orang-orang dari keluarga, kelompok atau golongannya, bahkan keluar pameo bahwa “dulu giliran elo, nah sekarang giliran gue..!!

Pertanyaan mendasar adalah apakah akan dibiarkan situasi dan kondisi ini berlangsung terus? Memang anggota parlemen sudah memulai langkah awal dengan merubah undang-undang yang tak sesuai dengan tuntutan reformasi, tetapi di lapangan tradisi lama yang sudah mendarah daging sulit untuk dihilangkan. Ibarat bermain bola kaki, aturan main memang sudah baru agar bermain cerdas dan sportif, tetapi yang bermain kan masih pemain-pemain lama dan sudah punya kebiasaan yang sulit untuk dirubah.

Saya kira kita semua sepakat bahwa manusia-manusia tanpa jiwa (sebelumnya masih punya jiwa) itu umumnya pernah duduk di bangku sekolah (baca: dididik), tetapi kenapa demikian perilaku anak bangsa ini, apa yang salah pada lembaga pendidikan kita? Perlukah kita mengkaji ulang secara mendasar terhadap sistem pendidikan bangsa ini tanpa mencari siapa yang salah ???
|
This entry was posted on 00.04 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 comments:

L'arc~en~ciel

lowongan kerja di rumah

Label

Air Seni (1) Converter (1) Digital (1) download (7) Energi (1) Gladie (1) Hacker (1) Harry Potter (1) ICT (1) Ikan (1) India (1) komang (1) Manga (1) Microsoft (1) NASA (1) Photoshop (1) Portable (3) Q8 (2) Teknologi Modern (1) TuneUp (1)